Guru  merupakan ujung tombak keberhasilan suatu sistem pendidikan.  Bagaimanapun sistem pendidikannya, jika guru kurang siap melaksanakannya  tetap saja hasilnya sama "jelek". Sistem KBK yang diterapkan saat ini,  sebetulnya sudah diterapkan di sekolah swasta yang ekonomi siswanya  menengah ke atas. KBK suskses di  sekolah swasta karena mereka berani memberikan kesejahteraan guru yang  lebih baik dan fasilitas yang lengkap dibandingkan sekolah negeri,  setidaknya ini juga disampaikan oleh Pak Said, bahwa sebetulnya yang  sangat mempengaruhi kualitas guru adalah kondisi sosial guru. 
Renungkanlah kalimat yang diucapkan salah seorang guru besar Universiti Kebangsaan Malaysia saat melawat ke Jakarta "Di  Indonesia sebetulnya gurunya pintar-pintar jika dibandingkan dengan  Malaysia, lalu kenapa pendidikan disana lebih maju pesat, karena kami  saat mengajar dalam benak kami tidak punya pikiran aduh gimana besok,  sehingga kami benar-benar bekerja keras untuk pendidikan",  kira-kira itulah sari kalimat yang disampaikan nya. Jadi, jika kita  simak maksud kalimat saat mengajar dalam benak kami tidak punya pikiran  "aduh gimana besok", saya yakin maksudnya bahwa agar guru mengajar dengan optimal di kelas, sebaiknya guru diberikan kenyamanan dalam hal kondisi sosialnya. 
Di  sekolah swasta yang bonafit, guru benar-benar dikontrol kualitasnya  dengan berbagai program yang diadakan yayasan demi menjaga kualitas  sekolah tersebut dan kepercayaan dari orang tua murid, sehingga hasilnya  pun sangat memuaskan. Bukti sederhana bagaimana hasil didikan  sekolah-sekolah swasta adalah prestasi siswa mereka di Olimpiade Sains  tingkat Nasional dan Internasional. Misalnya, SMA Xaverius Palembang,  SMA IPEKA Medan, dan SMA Aloysius Bandung, SMA BPK Penabur. 
Guru  di PNS (sekolah Negeri), sudah terlanjur terjebak oleh kalimat pahlawan  tanpa pamrih, sehingga akibatnya posisi guru di masyarakat, bahkan di  kalangan pejabat terasa terpinggirkan dan tersisihkan. Pemalsuan ijazah  oleh caleg merupakan salah satu indikasi bahwa posisi guru diremehkan.  Saat guru berpikir bahwa yang dilakukannya adalah hanya semata-mata  ibadah, lalu godaan pun datang seperti siswa melecehkannya karena merasa  "saya punya uang lebih", atau orang tua yang punya jabatan 'wah",  seenaknya memaki guru oleh karena anaknya didisiplinkan, atau orang tua  ingin anaknya punya rangking, sehingga mengembel-embel hadiah yang  menjanjikan". Godaan itu, menjadi hal yang wajar dalam wajah pendidikan  Indonesia, yang akhirnya menyeret keterpurukan bagsa ini. Bagi guru yang  berkualitas, godaan tersebut seharusnya bisa ditolak, tapi malah ada  juga guru yang marah ke siswa karena siswa tidak memberi hadiah saat  kenaikan kelas. 
Mungkin Pa Said lupa, mengapa banyak guru kurang optimal mengajar di kelas?. Cobalah simak bagaimana sekeksi guru PNS. Mengandalkan  Akta IV yang dipunyai calon, calon guru hanya diuji tes tertulis,  kemudian wawancara. Lalu apakan diuji cara mengajar atau meyampaikan  materi pelajaran?. Ini  juga salah satu kelemahan sistem seleksi guru kita di Indonesia (PNS),  yang membuat guru mengajar kurang optimal, kita terlalu percaya bahwa  yang punya Akta IV bisa mengajar, saya yakin tidak semua?.  Kita patut puji Diknas Sukabumi, karena sistem seleksi guru di Sukabumi  telah menerapkan hal tersebut. Dan ini pula, yang mengakibatkan kualitas  guru di bimbel dengan guru sekolah timpang dalam hal menyampaikan  materi. 
Lalu  bagaimana kualitas guru di sekolah dan di bimbel? Tulisan Sanita (HU PR  Selasa, 04/05/04) yang berjudul "Bisakah sistem bimbel diterapkan di  sekolah" merupakan ide yang cemerlang, tapi tidak semua betul. Beberapa hal yang mebedakan kuaitas guru di bimbel lebih baik dalam hal menyampaikan materi adalah sebagai berikut. 
1. Seleksi guru. 
Di  bimbel, sudah tentu syaratnya harus lulusan PTN, karena dia harus jadi  panutan bagaimana siswa menembus PTN, tapi guru PNS tentu tidak hanya  lulusan PTN. Selain harus lulus ujian tertulis, calon guru bimbel pun  harus menyampaikan cara mengajar yang baik, setelah lulus 2 hal  tersebut, biasanya guru diuji coba selama satu bulan, kemudian dinilai  oleh siswa melalui angket tertulis, laliu dipertimbangkan untuk mengajar  tetap di bimbel tersebut atau tidak sama sekali. 
2. Pembinaan guru. 
Minimalnya  setahun sekali, guru-guru bimbel diberikan penyegaran oleh pengajar  senior setempat (tentu kualitas keilmuan dan mengajarnya sangat baik).  Hal ini dilakukan di Bimbel, tapi guru-guru sekolah melalui Diknas  mendapatkan penyeegaran tidak sesering itu. 
3. Kesejahteraan guru.
Tanyakanlah  pada guru-guru yang sudah mengajar di bimbel 5 tahun ke atas. Saya  yakin gajinya di atas 2 juta sebulan (meskipun tidak semua), bagaimana  di sekolah?. Tetapi, meskipun gaji guru di sekolah tidak lebih sampai 2  juta, guru sekolah punya jaminan kesehatan, tunjangan pensiun, tunjangan  dapur, tetapi umumnya di bimbel tidak ada. 
4. Fasilitas.
Siapa  yang tidak senang belajar dengan suasana nyaman, dengan AC, absensi  dengan komputer, atau bahkan belajar dengan multimedia, tulisan  pengajarnya bagus dan warna-warni (dengan spidol). 
5. Guru entertainer.
Hal  ini yang sulit dimiliki guru, rasa tertekan oleh kondisi social membuat  guru sekolah hampir praktis tidak punya rasa entertainer, misal humor,  hiburan. Tapi tidak sedikit guru yang memiliki hal itu disekolah. Alasan  saya saat SMA menyukai fisika atau kumia, karena guru fisikanya selalu  bernyanyi saat siswa menulis, atau guru kimia selalu humor di  tengahsiswa serius. Di bimbel sikap entertainer sudah menajdi tuntukan  jika tidak ingin kalah bersaing. Keramahan juga merupakan sikap  entertainer guru, sehingga guru bimbel selalu bersedia ditanya masalah  pelajaran kapanpun. 
6. Evaluasi belajar yang rapih.
Sistem  evaluasi dengan dengan komputerisasi, sehingga siswa dapat dievaluasi  kelemahannya di materi atau pelajaran apa, umumnya dilakukan di bimbel. 
Namun,  tidak semua sistem di bimbel lebih bagus, bahkan banyak hal sistem  disekolah lebih bagus. Sistem bimbel pun sulit diterapkan di pelosok,  apalagi jika anggaranya terbatas. Keunggulan sekolah dibandingkan bimbel dapat dilihat dari beberapa berikut ini: 
1. Di bimbel yang diajarkan hampir bersifat praktis, 
rata-rata  bukanlah konsep dasar, bahkan adakalanya guru bimbel mengajarkan cara  cepat yang tidak logis atau tidak dterangkan rumus cepat itu dari mnana.  Di sekolah, sudah pasti yang diajarkan konsep dasar (keilmuan dasar),  karena hal itu tuntutan kurikulum dari DIKNAS. Sehingga beban guru  sekolah sebetulnya lebih berat. Tapi tidak sedikit guru bimbel yang  mengajarkan konsep dasar. Guru sekolah, yang juga mengajar di bimbel,  biasanya sering mengkombinasikan hal ini, konsep dasar diajarkan dan  carac cepat pun diberikan. Guru ini biasanya menajdi favorit di sekolah 
2. Di sekolah punya guru BP, 
tempat  siswa curhat. Sayang, hal ini belum dioptimalkan oleh siswa. Namun saat  ini, ada juga bimbel yang mengadakan konsultasi mental dalam  mengahadapi ujian, sampai mendatangkan pakar otak kanan agar lebih  menarik siswa, meskipun bayarannya lebih mahal. 
3. Wibawa guru di sekolah sebetulnya lebih besar, 
siswa  lebih segan pada guru sekolah. Tapi bandingkan di Bimbel, tidak sedikit  siswa yang seenaknya melecehkan guru, terutama siswa kelas 2, tapi  itupun tergantung pendekatan gurunya. 
Era  globalisasi di Indonesia sudah mulai, jadi Guru berkualitas pun sudah  merupakan tuntutan dalam pendidikan nasional. Lalu seperti apa guru  berkualitas itu? Tentu yang mengajarnya dimengerti siswa, wawasan  keilmuannya baik, suri tauladan bagi pendidikan moral siswanya, dan  punya keinginan untuk meng-up grade dirinya, dan totalitas bagi  pendidikan. 
Jika  melihat dari permasalah-permasalan yang ada, tentu meningkatkan kulitas  guru di sekolah bukan hal yang mudah, tetapi saya punya beberapa  pemikiran untuk hal tersebut. 
1. Kesejahteraan guru sudah menjadi hal yang wajib untuk diperhatikan, 
agar  posisi tawar guru lebih besar dalam tatanan republik ini. Artinya, jika  suatu waktu ekonomi Indonesia membaik, wajar jika guru ditingkatkan  kesejahteraanya. Di Negara-negara yang pendidikan maju seperti Jepang,  Malaysia atau Singapura gaji guru lebih utama di bandingkan pegawai  lain. 
2. Dalam penyeleksian Guru hendaknya selalu diuji bagaimana guru 
  menyampaikan materi pelajaran ke siswa, 
jika  memang kurang baik mengajarnya, meskipun tes tertulis lulus lebih baik  digagalkan. Atau, jika seleksi dosen ada tes psikotes, mengapa pada  seleksi guru tidak dilakukan. 
3. Sertifikasi guru dan pembinaan guru perlu dilakukan secara rutin, 
terutama  bagi pengajar baru atau pengajar lama yang memang banyak dikeluhkan  oleh siswa kurang baik mengajarnya. Pemerintah dalam hal ini Depdiknas  harus tegar, jika guru tersebut tidak bisa mengajar, lebih baik  dipindahkan di bagian lain. Jadi, Depdikas sebaiknya memiliki seksi yang  memonitoring kualitas guru. 
4. Fasilitas sangat mendukung keberhasilan sistem pendidikan.
Jika  Pemerintah serius terhadap pendidikan, maka fasilitas harus diperbaiki.  Untuk halk ini, Pemerintah harus menganggarkan lebih banyak dalam APBN  Pendidikan, karena masih banyak sekolah yang tidak layak pakai. 
5. Reformasi 3 hal di atas, tentu memerlukan anggaran dana, 
oleh karena itu Pemerintah bersama legislatif harus berjuang keras agar APBN pendidikan ditingkatkan di atas 20 %. 
Pengalaman saya menangani siswa SMA selama 10 tahun, bagaimanapun  jenis kepandaian siswa, jika pendekatan dari gurunya benar, kemungkinan  keberhasilan siswa sangat besar. Siswa SD, SMP, dan SMA sangat sekali  tergantung pada guru. Jika gurunya menyenangkan, maka siswa itu akan suka pada pelajaran yang gurunya menyenangkan. Faktor ini merupakan salah satu yang memepengaruhi siswa dalam memilih jurusan di Perguruan Tinggi (PT). 
Hingga  saat ini, saya sangat suka kimia, sehingga saya dipercayakan menjadi  dosen yang memegang kimia jurusan saya, hal ini dikarenakan guru-guru  kimia saya saat kelas 1 hingga kelas 3 SMA menyenangkan, dan lulusan SMA  saya umumnya memilih jurusan yang banyak kimianya di PT. Saya yakin  kecendurungan ini juga terjadi di sekolah lain, namun berbeda dengan di  PT, idealisme mahasiswa lebih menentukan apa yang harus dia pilih.  Mengingat hal di atas, maka Guru merupakan ujung tanduk di sekolah, jika  gurunya berkualitas maka siswanya pun senang, tidak gentar hadapi UAN,  bahkan SPMB sekalipun.
Ditulis oleh : MUCHTARIDI, MSi, Apt , Staf LITBANG GANESHA OPERATION
Dosen di Jurusan Farmasi FMIPA UNPAD
Tags:
BERITA